2010年8月23日星期一

Mengapa Kedutaan Malaysia Di Indonesia Diserang Dalam Keadaan Yang Memalukan

Mengapa Kedutaan Malaysia Di Indonesia Diserang Dalam Keadaan Yang Memalukan


Kedutaan Besar Malaysia ke Indonesia di Jakarta telah dilempar najis manusia oleh penunjuk perasaan daripada kumpulan Benteng Demokrasi Rakyat (BENDERA) pada satu demonstrasi petang ini.

Seorang daripada 37 penunjuk perasaan itu telah melemparkan najis itu ke dalam perkarangan kedutaan itu melepasi pintu pagar hadapan dan di atas kepala barisan anggota polis Indonesia yang sedang mengawal ketat di hadapan bangunan itu.

Mereka turut melepaskan najis itu ke atas bendera Malaysia yang dipijak-pijak di atas jalan tempat mereka berkumpul di hadapan kedutaan itu.

Kumpulan itu sebelumnya telah membawa lima bungkusan najis itu, ada yang diletakkan dalam kertas bungkusan makanan, dalam plastik dan dalam kotak polisterin dan dinyatakan sebagai "hadiah" untuk Duta Besar Malaysia ke Indonesia kerana Malaysia selama ini telah beberapa kali memberi "najis" yang lebih kotor kepada Indonesia.

Dengan tiba-tiba seorang daripada mereka melempar bungkusan kertas berisi najis itu ke dalam pagar kedutaan itu dan pada masa yang sama, najis turut dilepaskan ke atas bendera Malaysia yang mereka sedang pijak itu.

Demonstrasi itu diadakan bagi menandakan kemarahan mereka terhadap Malaysia yang mereka dakwa telah merendahkan maruah Indonesia dalam insiden di perairan Bintan pada 13 Ogos lalu apabila polis Malaysia menahan tiga pegawai penguatkuasa Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia.

Ia juga untuk menyatakan kekecewaan rakyat terhadap kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang dikatakan sangat lemah menghadapi Malaysia. Berikutan kejadian lempar najis itu polis Indonesia menangkap tiga orang pelaku berkenaan.

Demonstrasi itu berlangsung selama sejam. Seorang wakil kumpulan itu kemudian memberitahu wartawan yang meliputi peristiwa itu bahawa mereka telah memberi kata dua kepada polis Indonesia iaitu lepaskan rakan-rakan mereka itu daripada tahanan atau mereka akan melakukan operasi usir rakyat Malaysia petang ini.


Operasi yang dinamakan "Sweeping Rakyat Malaysia" itu dirancang akan dilakukan di hadapan bangunan kumpulan itu di Jalan Diponegoro, Menteng, di Jakarta. Polis Indonesia telah menugaskan ramai anggota untuk mengawal ketat di hadapan bangunan kedutaan Malaysia, setelah mendapat maklumat bahawa demonstrasi berkenaan akan disertai antara 300 dan 500 penunjuk perasaan.


Dalam insiden di perairan Malaysia-Indonesia itu, bahagian penguatkuasa Kementerian Kelautan dan Perikanan menahan tujuh nelayan Malaysia manakala Polis Marin Malaysia pula menahan tiga pegawai pengkuatkuasa kementerian dari Indonesia itu, masing-masing kerana didakwa menceroboh wilayah masing-masing. Kedua-dua negara kemudian membebaskan tahanan-tahanan itu pada 17 Ogos lalu.
 
 
http://sedakasejahtera.blogspot.com/2010/08/video-hot-mengapa-keduataan-malaysia.html
 
http://idhamlim.blogspot.com/2010/08/kedutaan-msia-dilempar-najis-bendera.html
 
Pengamat: Pelanggaran Dilakukan Malaysia Tak Boleh Dibiarkan Antara
 
Medan (ANTARA) - Indonesia sebagai negara berdaulat harus bersikap tegas dan tidak boleh membiarkan pelanggaran yang dilakukan nelayan Malaysia.

"Apa lagi seperti yang dilakukan kapal patroli polisi Malaysia yang melepaskan tembakan terhadap kapal pengawas perikanan Indonesia," kata pengamat hukum internasional Universitas Sumatera Utara, Prof Dr Suhaidi, SH, di Medan, Selasa.

Apa yang dilakukan petugas KKP mengamankan lima kapal nelayan Malaysia yang sedang mencuri ikan di perairan Indonesia itu adalah tindakan yang benar dan sesuai dengan aturan hukum.

Oleh karena itu, katanya, negara Malaysia juga perlu menghargai hukum yang berlaku di Indonesia.

Tidak ada kewenangan polisi Malaysia melakukan intervensi terhadap petugas KKP yang menangkap pelaku pelanggaran itu.


Bahkan, tindakan yang dilakukan kapal patroli polisi Malaysia itu adalah tidak menghargai Indonesia sebagai negara yang berdaulat.

"Seharusnya polisi dari negara asing itu tidak perlu mencampuri prosses hukum yang dilakukan petugas KKP yang menangkap kapal nelayan Malaysia," kata Guru Besar Fakultas Hukum USU.

Pemerintah Indonesia harus bersikap bijaksana terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh negara asing.

"Kalau hal ini dibiarkan, Malaysia akan terus mengganggu kedaulatan Indonesia," kata Suhaidi.

Ia mengatakan, jangan karena dengan alasan batas wilayah negara yang tidak jelas, maka Malaysia seenaknya berbuat dan melakukan pelanggaran.

"Pemerintah Indonesia harus menempuh proses hukum terhadap pelanggaran tersebut," katanya.

Sebelumnya, polisi Malaysia menangkap tiga petugas KKP pada Jumat malam (13/8), sekitar pukul 20.00 WIB.

Kejadian itu berawal saat pengawas perikanan KKP mendapat laporan dari masyarakat bahwa sedang terjadi pencurian ikan oleh lima kapal Malaysia di perairan dekat Tanjung Berakit Pulau Bintan, Kepulauan Riau


Titik koordinat penangkapan lima kapal pencuri ikan Malaysia dan insiden penghadangan oleh kepolisian Malaysia yaitu kapal pencuri pertama ada di 1-22`-3936"LU, 104-28`-8681"BT, kapal kedua 1-22`-2186"LU, 104-31`-3188"BT.


Lalu, kapal ketiga 1-21`-1686"LU, 104-29`-0682" BT, kapal keempat di 1-20`-0187" LU, 104-30`-9437" BT, kapal kelima 1-20`-0187" LU, 104-29`-4183" BT, dan posisi penghadangan 1-16`-8937" LU, 104-27`-8178" BT.


Pada pukul 21.15 WIB saat pengawas perikanan KKP hendak melakukan "adhoc" pada kelima kapal beserta ABK ke pelabuhan terdekat di Batam tiba-tiba sebuah kapal patroli Malaysia datang dan menghadang.

Polisi Malaysia sempat dua kali melepaskan tembakan peringatan kepada dua kapal pengawas perikanan KKP dengan total enam ABK tersebut.

Pihak kepolisian Malaysia meminta agar ketujuh nelayan Malaysia yang mencuri dengan lima kapal berukuran 10 Gross Ton dan dilengkapi alat tangkap Gillnet (untuk menangkap ikan pelagis) tersebut dilepaskan.

XXXXXXXXXXXX

"Perjuangkan Grasi Untuk 2 TKI Divonis Mati" By Amril Amarullah

VIVAnews - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mendesak para pejabat pemerintah terkait, kalangan swasta, dan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk mengupayakan permohonan grasi bagi dua WNI yang sudah dijatuhi vonis mati oleh Pengadilan Malaysia dan saat ini sedang menunggu eksekusi.

"Saat ini ada sekitar 177 Warga Negara Indonesia (WNI) dan TKI yang statusnya sedang dalam proses pengadilan di Malaysia. Dua diantaranya terkena pidana narkoba sudah divonis hukuman gantung," demikian dinyatakan Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat dalam keterangan persnya, Selasa, 24 Agustus 2010.


Menurut Jumhur, pihaknya sudah mengirim pengurus BNP2TKI untuk membantu mereka.

"Saya sudah memerintahkan dua pejabat BNP2TKI untuk mengklarifikasi status dua orang TKI yang divonis hukum gantung itu," kata Jumhur.


Ia menyatakan harus segera ada upaya diplomasi luar biasa untuk memperjuangkan hidup para TKI itu. Khususnya, untuk meminta Raja Malaysia mengampuni dua WNI yang akan digantung mati itu.


"Kami dukung langkah-langkah penguatan misi diplomatik KBRI melalui jasa pengacara dalam membela TKI," kata Jumhur. "Sikap ini sudah dilaporkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono."


Jumhur menambahkan, lembaganya memiliki catatan yang menunjukkan tingginya tingkat krimininalisasi Malaysia terhadap TKI. Dia menyatakan selama ini banyak TKI yang tidak bersalah tetap diseret ke Majelis Rayuan atau semacam Pengadilan Tingi Negeri di Indonesia. (kd)

http://id.news.yahoo.com/viva/20100824/tpl-perjuangkan-grasi-untuk-2-tki-divoni-fa55e98.html


Para Menteri Tak Tahu WNI Terancam Mati

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah menteri mengakui tidak punya data pasti soal jumlah warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri, khususnya Malaysia.


"Kami di pemerintah perlu ada proses konsolidasi data tentang jumlah WNI yang menghadapi ancaman hukuman mati di Malaysia, apakah sudah keputusan tetap ataukah masih dalam bentuk ancaman. Dari Kemlu tentu kami memiliki sedikit data. Dari Kemenkumham juga ada data. Kami akan konsolidasi," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa usai sidang kabinet paripurna di kantor Presiden, Jakarta, Senin (23/8/2010).


Hal senada disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar. "Nantilah, kami konsolidasi dulu. Angkanya berbeda-beda. Nanti jadi masalah, lagi. Masak sama-sama pemerintah, (angkanya) beda-beda. Pusing juga awak, kan?" ujar Patrialis seraya tertawa.

Sedikit berbeda, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan, jumlah WNI yang terancam hukuman mati berjumlah 177 orang. Tiga di antaranya telah divonis. Namun, ketika dikejar soal kepastian identitas ketiga orang tersebut, dan tindak pidana yang diperbuat, Muhaimin menggelengkan kepala.


Padahal, pada Senin pagi, Marty mengatakan, pemerintah selalu memberikan perlindungan kepada WNI yang menghadapi ancaman hukuman di Malaysia. Kenyataan ini bertolak belakangan dengan retorika Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto.

Mantan pimpinan Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono ini mengatakan, "Jangan dikira kalau ada masyarakat kita di Malaysia yang terkena masalah, kemudian Kemenhukham dan Kemlu diam saja. Tidak. Selalu ada upaya-upaya perlindungan."

Jika benar demikian, tentulah kesimpangsiuran angka tak semestinya terjadi. Kesimpangsiuran angka juga disadari begitu ada kasus yang mencuat ke permukaan.


http://id.news.yahoo.com/kmps/20100824/tpl-para-menteri-tak-tahu-wni-terancam-m-81d2141.html

没有评论:

发表评论